Rabu, 22 Mei 2013

Indeks Perbandingan Sekuensial Keanekaragaman Bentos Di Ekosistem


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Ekosistem perairan pesisir di Indonesia merupakan kawasan yang akhir-akhir ini mendapat perhatian cukup besar dalam berbagai kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan di Indonesia. Wilayah ini kaya dan memiliki beragam sumberdaya alam yang telah di manfaatkan sebagai sumber bahan makanan utama, khususnya protein hewani (Resosoedarmo, 1993).
Secara empiris wilayah pesisir merupakan tempat aktivitas ekonomi yang mencakup perikanan laut dan pesisir, transportasi, rekreasi, dan pariwisata serta kawasan pemukiman dan tempat pembuangan limbah (Dahuri, 2002).
            Penggunaan bentos sebagai indikator kualitas perairan dinyatakan dalam bentuk indeks bologi. Cara ini dikenal sejak abad ke 19 dengan pemikiran bahwa terdapat kelompok organism tertentu yang hidup di perairan tercemar. Jenis-jenis organism ini berbeda dengan jenis-jenis organism yang hidup di perairan tidak tercemar. Kemudian oleh para ahli biologi perairan, pengetahuan ini dikembangkan, sehingga perubahan struktur dan komposisi organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan indikator kualitas perairan (Resosoedarmo, 1993). Percobaan ini dilakukan untuk memberikan gambaran tentang pemanfaatan bentos sebagai indikator kualitas perairan, khususnya pada wilayah danau Universitas Hasanuddin. Adapun hal-hal yang dikemukakan meliputi pengertian bentos, faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan bentos, pemanfaatan bentos sebagai indikator kualitas perairan dan sebagai spesies indikator.

I.2. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan yaitu :
1. Untuk mengetahui keragaman bentos dalam ekosistem perairan berdasarkan Indeks Perbandingan Sekuensial
2. Mengenalkan dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menggunakan peralatan yang berhubungan dengan keragaman bentos dalam perairan.

I.3. Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan mengenai Indeks Perbandingan Sekuensial Keanekaragaman Bentos di Ekosistem Perairan dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 4 April 2013 pukul 14.00 – 17.00 WITA, yang bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar, dan pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 4april 2013 pukul 06.00 WITA bertempat di Danau Kampus Universitas Hasanuddin, Universitas Hasanuddin, Makassar.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

 Ekosistem merupakan suatu sistem di alam dimana terdapat hubungan timbal balik antar organisme dengan organisme lainnya, juga dengan lingkungannya. Ekosistem sifatnya tidak tergantung ukuran tetapi ditekankan pada kelengkapan komponennya (Umar, 2013).
Berdasarkan atas habitatnya, ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat (terrestrial) dan ekosistem perairan (akuatik). Didalam suatu ekosistem perairan, kita dapat mengenal komponen-komponennya berdasarkan cara hidupnya yaitu bentos, perifiton, plankton, nekton dan neuston. Salah satu komponen yang memiliki variasi organisme cukup banyak dalam perairan adalah bentos                (Umar, 2013).
Cairns et al pada tahun 1971 mengembangkan suatu metode yang sederhana, tetapi cukup baik untuk mengestimasi keanekaragaman biologis secara relatif, yang disebut “sequential Comparison Index” atau disingkat dengan S.C.I      ( Persoone & De Pauw, 1978).
Indeks keanekaragaman ini dalam bahasa Indonesia disebut Indeks Perbandingan Sekuensial (I.P.S). Menurut Cairns, indeks ini dapat memenuhi keperluan untuk menilai secara cepat akibat adanya pencemaran terhadap ekosistem, misalnya sungai, kolam, danau, dan laut. Cara ini tidak memerlukan keterampilan untuk mengidentifikasi hewan-hewan dalam komunitas, sehingga dapat menghemat waktu dan pekerjaan (Umar, 2013).                                                      
Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu. Karena hewan bentos selalu terus-menerus terdesak oleh air yang kualitasnya berubah-ubah. Diantara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok ini lebih dikenal dengan bentos (Umar, 2013).
Bentos sering dijadikan uji parameter terhadap permasalahan lingkungan seperti pencemaran, sebab jenis biota laut tersebut hidup didasar laut dan cenderung sangat lambat pergerakannya dibandingkan jenis lainnya seperti ikan. Disamping itu bentos sangat sensitif dan peka terhadap suatu perubahan dalam air (Odum, 1993).
Bentos mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus nutrien di dasar perairan. Montagna menyatakan bahwa dalam ekosistem perairan, makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energy dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi                        (Suwarno, 1980).
Keberadaan hewan bentos dalam suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotick maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos. Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air yang diantaranya : suhu, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat dasar (Sumarwono, 1980).
Berdasarkan kebiasaan hidup organisme dapat dibedakan sebagai berikut (Sumarwono, 1980) yaitu :
1. Plankton adalah organisme yang biasanya melayang-layang (bergerak pasif) mengikuti gerakan aliran air.
2.  Nekton adalah hewan yang aktif berenang dalam air. Misalnya, ikan.
3. Neuston adalah organisme yang mengapung atau berenang dipermukaan air atau bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air.
4. Perifiton adalah tumbuhan atau hewan yang melekat atau bergantung pada tumbuhan atau benda lain, misalnya keong.
5.  Bentos adalah hewan atau tumbuhan yang hidup di dasar atau yang hidup pada endapan. Bentos dapat melekat atau bergerak bebas, misalnya cacing.
Keseimbangan ekosistem perairan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu unsur-unsur penyusunnya terdiri atas komposisi yang ideal ditinjau dari segi jenis dan fungsinya yang membentuk suatu rantai makanan di dalam perairan tersebut. Faktor lainnya yang menentukan keseimbangan ekosistem perairan adalah proses-proses yang terjadi di dalamnya yang bersifat biologi, kimia dan fisika berlangsung dalam kondisi yang ideal pula dan membawa pengaruh yang tidak membahayakan bagi kehidupan di dalam perairan tersebut                      (Resosoedarmo, 1993).
            Kestabilan ekosistem perairan berarti kemampuan ekosistem tersebut mempertahankan keseimbangannya dalam menghadapi perubahan atau guncangan yang disebabkan oleh pengaruh dari luar. Suatu ekosistem perairan dengan tingkat keseimbangan yang bersifat fluktuatif akan memberikan dampak yang cukup nyata bagi kehidupan yang berada didalamnya, sehingga dengan sendirinya akan menjadi suatu tempat yang tidak kondusif bagi organisme yang hidup didalam ekosistem perairan tersebut. Bentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada didasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang. Hewan ini memegang beberapa peran penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan serta meduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan bentos membantu mempercepat proses dekomposisi materi organik. Hewan bentos, terutama yang bersifat herbivor dan detritivor, dapat menghancurkan makrofit akuatik yang hidup maupun yang mati dan segala yang masuk kedalam perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen perairan (Setiadi, 1989).
Zoobentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang. Hewan ini memegang beberapa peran penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan, serta menduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan. Zoobentos membantu mempercepat proses dekomposisi materi organik (Odum, 1993).
            Struktur komunitas bentos dipengaruhi berbagai faktor lingkungan abiotik dan biotik. Secara biologis, diantaranya interaksi spesies serta pola siklus hidup dari masing-masing spesies dalam komunitas. Sedangkan secara abiotik, faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan bentos adalah faktor fisika kimia lingkungan perairan (Setiadi, 1989) yaitu :
1.      Penetrasi cahaya yang berpengaruh terhadap suhu air.
2.      Substrat dasar, kendungan unsure kimia seperti oksigen terlarut dan kandungan ion hydrogen (pH)
3.      Nutrien.
Cahaya matahari merupakan sumber panas yang utama di perairan, karena cahaya matahari yang diserap oleh badan air akan menghasilkan panas di perairan. Di perairan yang dalam, penetrasi cahaya matahari tidak sampai ke dasar, karena itu suhu air di dasar perairan yang dalam lebih rendah dibandingkan dengan suhu air di dasar perairan dangkal. Suhu air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas serta memacu atau menghambat perkembangbiakan organisme perairan. Pada umumnya peningkatan suhu air sampai skala tertentu akan mempercepat perkembangbiakan organisme perairan (Odum, 1993).
Kedalaman air mempengaruhi kelimpahan dan distribusi bentos. Dasar perairan yang kedalaman airnya berbeda akan dihuni oleh bentos yang berbeda pula, sehingga terjadi stratifikasi komunitas menurut kedalamannya. Pada perairan yang lebih dalam bentos mendapat tekanan fisiologis dan hidrostatis yang lebih besar. Karena itu bentos yang hidup diperairan yang dalam ini tidak banyak (Setiadi, 1989).
Berbagai jenis bentos ada yang berperan sebagai konsumen primer dan ada pula yang berperan sebagai konsumen sekunder atau konsumen yang menempati tempat yang lebih tinggi. Pada umumnya, bentos merupakan makanan alami bagi ikan-ikan pemakan di dasar (“bottom feeder”) (Setiadi, 1989).
Cara untuk mendapatkan data kuantitatif maupun kualitatif mengenai jenis-jenis hewan yang hidup dalam suatu perairan, hewan tersebut dapat ditangkap dengan menggunakan berbagai kombinasi berbagai macam cara. Mulai dari penangkapan dengan tangan, pinset, jala, ayakan, Eickman grab maupun alat-alat lainnya (Umar, 2013).
Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang mempengaruhi diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos. Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air (Lakitan, 1987) yaitu :
1.      Suhu
2.      Arus
3.      Oksigen terlarut (DO)
4.      Kebutuhan oksigen biologi (BOD)
5.      Kimia (COD)
6.      Kandungan nitrogen (N)
7.      Kedalaman air
8.      Substrat dasar
Zona litoral memperlihatkan keanekaragaman yang besar dalam kondisi dasar air. Secara beragam, wilayah dibagi lagi berdasarkan hubungan air zona pertumbuhan. Biasanya daerah pinggiran atau tepi air sampai batas akar tumbuhan dianggap sebagai zona litoral. Daerah yang memanjang dari batas terendah akar tumbuhan sampai batas penyusupan sinar matahari dikenal sebagai zona sublitoral. Dengan demikian, terdapat perbedaan yang besar mengenai pendapat dalam pengkelasan zona besar. Setiap zona dalam wilayah litoral memerlukan cara penelitian yang khas dengan menggunakan peralatan yang cocok. Berbagai pengambilan sampel telah dirancang atau dibuat tergantung pada sumber         (Lakitan, 1987).




BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1. Alat
            Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah botol sampel, Eickman Grab, ayakan (mess), pinset, dan baskom.

III.2. Bahan
            Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah bentos, air, kertas dan kantong plastik.

III.3. Cara kerja
Cara kerja dalam percobaan ini adalah:
1. Cara Pengambilan Sampel
     a. Menggunakan Eickman Grab
1.      Dibuka kedua belahan pengeruk Eickman Grab hingga menganga dan kawat penahannya dikaitkan pada tempat kaitan yang terdapat pada bagian atas alat tersebut.
2.      Dimasukkan pengeruk secara vertikal dan perlahan-lahan kedalam air hingga menyentuh dasar perairan.
3.      Dijatuhkan logam pembeban sepanjang tali pemegangnya sehingga kedua belahan Eickman Grab akan menutup, dan lumpur serta hewan yang terdapat di dasar perairan akan terhimpun dalam kerukan.
4.      Ditarik secara perlahan-lahan Eickman Grab keatas dan ditumpahkan isinya kedalam wadah yang tersedia.
5.      Diayak sampel sambil disiram air sehingga lumpur keluar dan sampah-sampah dibuang. Dipilih bentos yang didapat dan dimasukkan kedalam botol.
b. Menggunakan ayakan (mess) :
1.      Diambil lumpur yang bercampur organisme yang berada pada dasar perairan dengan menggunakan ayakan.
2.      Diangkat secara perlahan lalu dibersihkan menggunakan air (masih tetap menggunakan ayakan).
3.      Dilakukan pengambilan sampel sebanyak 2 kali di tempat yang berbeda.
4.      Disimpan sampel yang telah diayak pada baskom plastik yang telah disediakan.
5.      Dimasukkan sampel kedalam botol.
2. Cara kerja di Laboratorium
1.      Ditumpahkan sampel yang telah diambil kedalam wadah yang telah disediakan dan diambil satu persatu secara acak dan diletakkan pada wadah yang lain sambil diurutkan.
2.      Diurutkan sampel yang dibandingkan mulai antara nomor 1 dengan nomor 2, nomor dua dengan nomor 3 dan seterusnya, kemudian dilihat apakah sejenis atau tidak.
3.      Dilakukan pengamatan diatas meja. Jenis yang dianggap sama diberi kode yang sama dan ini berarti tergolong se “Run”. Hal ini dilakukan tidak peduli jenis apapun, asal serangkaian sampel tadi dianggap sama.
4.      Dilakukan pengamatan sampai semua sampel habis, dicatat semua data dalam buku, kemudian dilakukan perhitungan Indeks Keanekaragaman Sekuensial bentos tersebut dengan menggunakan rumus :
                   Indeks Perbandingan Sekuensial

                   S.C.I (I.P.S) =

 
   















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1 Hasil
IV. 1.1 Tabel Pengamatan
A. Pengamatan dengan menggunakan Eickman Grab

AA     BB     C     B     A     B    C    BBBBBB     C   

BBBB     C     BB     CC     BBBBBBB     CC     BBBB

CC     BBBBBB     C     BBBBBBBBBB

B. Pengamatan Menggunakan Ayakan (mess)

A     B     A     BBBBBBBB     A     BBBBB     A

BBBBBBBB     C     BBBBBB

            Klasifikasi Derajat Pencemaran dan Interpretasi Diversitas Komunitas dengan menggunakan Indeks Perbandingan Sekuensial.


Derajat Pencemaran

Diversitas Komunitas (S.C.I)

Belum tercemar

Tercemar ringan

Tercemar sedang

Tercemar berat

2

1,6 – 2,0

1,0 – 1,5

1


IV. 1.2 Analisis Data
A. Nilai Indeks Perbandingan Sekuensial (IPS) untuk Eickman Grab
      S.C.I (I.P.S) =
                           =
                           =
                           = 1,05
            Dari nilai I.P.S yang didapatkan untuk Eickman Grap, maka dapat diketahui bahwa kondisi perairan pada tempat tersebut tercemar sedang.

B. Nilai Indeks Perbandingan Sekuensial (IPS) untuk Ayakan

      S.C.I (I.P.S) =
                           =
                           =
                           = 0,9
                        Dari nilai I.P.S yang didapatkan untuk Ayakan, maka dapat diketahui bahwa kondisi perairan pada tempat tersebut tercemar berat.














IV.2 Pembahasan
            Percobaan tentang Indeks Perbandingan Sekuensial Keanekaragaman Bentos di Ekosistem Perairan, dilakukan pengambilan sampel di beberapa tempat disekitar danau Universitas Hasanuddin. Pengambilan sampel dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan Ayakan dan Eickman Grab. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak dua kali.
            Percobaan dengan menggunakan alat Eickman Grab, yaitu untuk mengambil organisme-organisme pada bagian dasar perairan dimana pada penggunaan Eickman Grab, bagian mulut dari Eickman Grab akan tertutup secara otomatis dan mengeruk organisme-organisme beserta lumpur, yang ada pada dasar perairan. Pada penggunaan Ayakan (mess) yaitu untuk mengambil mikroorganisme di dasar perairan dengan cara seseorang mengeruk tanah dari dasar perairan dengan menyelam.
 Hasil analisis data yang diperoleh menunjukkan bahwa pengambilan sampel dengan menggunakan Eickman Grab memiliki Indeks Perbandingan sekuensial (IPS) sebesar 1,05. Berdasarkan derajat pencemaran, menunjukkan bahwa tempat pengambilan sampel tersebut tercemar sedang dan memiliki tingkat keanekaragaman bentos yang sedang. Sedangkan hasil analisis data yang diperoleh pada pengambilan sampel menggunakan Ayakan (mess) memiliki Indeks Perbandingan sekuensial sebesar 0,9. Berdasarkan derajat pencemaran, menunjukkan bahwa tempat pengambilan sampel tersebut tercemar berat dan memiliki tingkat keanekaragaman bentos yang rendah.
            Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang mempengaruhi diantaranya adalah sumber makanan bagi hewan bentos. Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air yang diantaranya suhu, arus, oksigen terlarut, kebutuhan oksigen biologi, kandungan nitrogen, kedalaman air, dan substrat dasar yang ada di perairan.
            Hasil yang diperoleh, bila dibandingkan dengan teori yaitu jika keanekaragaman tinggi berarti tidak terjadi pencemaran tetapi jika keanekaragaman rendah berarti terjadi pencemaran maka dapat dikatakan bahwa hasil yang kita dapat dari percobaan ini sudah sesuai dengan teori, dimana pada percobaan, didapatkan bentos yang banyak pada penggunaan Eickman Grab dan setelah dianalisis, pencemarannya tergolong sedang, dan pada penggunaan ayakan didapatkan sedikit bentos dan setelah dianalisis pencemarannya tergolong berat.















BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
            Kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini adalah :
1. Dari nilai Indeks Perbandingan Sekuensial yang didapatkan pada penggunaan ayakan yaitu 0,9 berarti bahwa tempat tersebut tercemar berat dan memiliki keanekaragaman bentos yang rendah, sedangkan pada penggunaan                      Eickman Grab nilai Indeks Perbandingan Sekuensial yang didapat sebesar 1,05 berarti tempat tersebut tercemar sedang dan memiliki keanekaragaman bentos yang sedang.
2. Untuk mengetahui berapa besar keanekaragaman bentos dalam suatu ekosistem perairan, maka dapat digunakan alat Eckman Grap dan Ayakan (mess)
    
V. 2 Saran
            Saran saya adalah sebaiknya alat untuk pengambilan sampel ditambah lagi, sehingga tidak saling menunggu untuk menggunakan alat, terutama Eickman Grab.








LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI UMUM

PERCOBAAN V
IIDEKS PERBANDINGAN SEKUENSIAL
KEANEKARAGAMAN BENTOS DI EKOSISTEM

NAMA                       : SUNARTO ARIF SURA’
NIM                            : H41112284
KELOMPOK            : I (SATU)
HARI/TGL PERC.   : KAMIS/ 4 APRIL 2013
ASISTEN                   : SUWARDI
                                                              NURJIHADINNISA
      








LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

DAFTAR PUSTAKA


Dahuri, R., 2012. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia melalui Sektor
              Perikanan dan Kelautan. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia, Jakarta.

Lakitan, B., 1987. Bentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Odum, E., 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Persoone & De Pauw, 1987. Biological Aspect of Freshwater Pollution. Research Centre of the Commision of the European Communities, Italy.

Resosoedarmo, 1993. Polusi Domestik dan Kualitas Air. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Setiadi, A., 1989. Pengantar Ekologi. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Sumarwono, 1980. Ekologi Perairan. Universitas Padjajaran, Bandung.

Umar, M. Ruslan., 2013. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Tidak ada komentar: