BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Setiap organisme di
alam akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan meliputi 3
proses yaitu morfogenesis, diferensiasi, dan pertumbuhan, sedangkan pertumbuhan
itu sendiri merupakan peningkatan ukuran organism sebagai akibat dari
pertambahan (pembelahan) jumlah sel, volume, ukuran, dan banyaknya matriks
intraseluler selnya. Akibat dari pertumbuhan adalah terjadinya pertambahan
panjang, lebar, diameter dan dengan secara pasti akan diikuti pertambahan berat
organisme. Pertumbuhan pada hewan terjadi setelah selesainya morfogenesis dan
diferensiasi, sedangkan pada tumbuhan mengalami tumpang tindih dimana pada
waktu tertentu pertumbuhan terjadi mendahului morfogenesis dan diferensiasi
(ujung akar dan batang), tetapi pada pembesaran batang terjadi setelah
morfogenesis dan diferensiasi berlangsung (Umar, 2013).
Pertumbuhan dapat diartikan sebagai
pertambahan ukuran, massa dan jumlah sel – sel yang tidak dapat balik lagi ke
bentuk semula (irreversible) artinya pertumbuhan tersebut hanya bergerak ke
satu arah yaitu peningkatan kualitas dan kuantitas. Pertumbuhan tidak
menyangkut pendewasaan seperti pembungaan dan pembuahan, hal demikian di atur
oleh perkembangan khusus ,sebetulnya perkembangan merupakan perubahan yang
dipengaruhi oleh hormon dan hereditas (Umar, 2013).
Ada 3 macam pertumbuhan yang dikenal yaitu
pertumbuhan allometrik, pertumbuhan determinan (ciri khas pada hewan) dan
pertumbuhan intermediat (ciri khas pada tumbuhan) (Umar, 2013).
Pertumbuhan dan perkembangan keanekaragaman
makhluk hidup di sebabkan oleh beberapa faktor. Dalam ilmu ekologi ini
dilakukan penelitian dan pengamatan dalam pengambilan sampel dan data secara
acak. Dalam percobaan ini akan dipelajari bagaimana cara mengukur dan menimbang
biji serta korelasi antara faktor-faktor yang mempengaruhi berat serta
panjangnya. Berdasarkan hal-hal tersebut maka percobaan ini dilakukan.
I.2. Tujuan Percobaan
Tujuan
percobaan tentang korelasi antara panjang dan berat adalah:
1. Untuk
mengetahui apakah ada hubungan korelasi antara panjang dengan pertambahan berat dari suatu sampel yang
diukur.
2. Mengenalkan
dan melatih mahasiswa dalam menggunakan peralatan yang berhubungan dengan
parameter fisik dalam lingkungan.
I.3.
Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan mengenai Korelasi
Antara Panjang dan Berat dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 21 Maret 2013
pukul 14.00 – 17.00 WITA, yang bertempat di Laboratorium Biologi Dasar Lantai I,
jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan adalah proses
pertambahan ukuran sel atau organisme. Pertumbuhan ini bersifat kuantitatif /
terukur. Sedang perkembangan adalah proses menuju kedewasaan pada organisme.
Proses ini berlangsung secara kuantitatif dan kualitatif. Baik pertumbuhan atau perkembangan
bersifat irreversibel. Secara umum pertumbuhan dan pekembangan pada
tumbuhan diawali untuk stadium zigot yang merupakan hasil pembuahan sel kelamin
betina dengan jantan. Pembelahan zigot menghasilkan jaringan meristem yang
akan terus membelah dan mengalami diferensiasi. Diferensiasi adalah
perubahan yang terjadi dari keadaan sejumlah sel, membentuk organ-organ yang
mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda (Wikipedia, 2013).
Ada
3 macam pertumbuhan yang dikenal (Umar, 2013) yaitu :
a. Pertumbuhan allometrik : variasi
pertumbuhan relatif pada berbagai bagian tubuh yang membantu member bentuk organisme.
b. Pertumbuhan determinan : pertumbuhan
organisme yang akan berhenti tumbuh setelah
mencapai ukuran tertentu, ini umumnya ciri khas pada hewan.
c.
Pertumbuhan intermediate : pertumbuhan organisme yang terus bertumbuh selama
masih hidup, ini umumnya ciri khas tumbuhan.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan dapat dibagi
kedalam 2 bagian besar yaitu Faktor internal dan faktor eksterna. Berikut
penjelasannya (Hadi, 2008) :
a.
Faktor
internal
1).
Gen
Ukuran,
bentuk, dan kecepatan tumbuh dikendalikan oleh gen-gen yang terdapat di dalam kromosom.
Gen-gen tersebut diariskan dari induk tumbuhan kepada keturunannya. Gen-gen
tersebut akan mengatur pola dan kecepatan pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan.
2).
Hormon
Hormon
merupakan senyawa organik yang mengatur pertumbuhan tumbuhan. Hormon juga
dikenal sebagai zat tumbuh.
b. Faktor eksternal
1). Air dan Mineral
Tumbuhan
memerlukan air dan mineral untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Air dan
mineral diserap dari dalam tanah oleh akar. Air berfungsi sebagai pelarut dan
untuk fotosintesis. Mineral seperti karbon, nitrogen, fosfat, kalsium, dan
magnesium berguna sebagai bahan pembangun tubuh tumbuhan.
2). Kelembapan
Kelembapan
menunjukkan kandungan air di tanah dan udara. Bila kelembapan sendah,
transpirasi akan meningkat sehingga penyerapan air dan mineral semakin banyak.
Keadaan ini dapat memacu laju pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
3). Cahaya
Cahaya
matahari sangat diperlukan dalam proses fotosintesis. Proses ini menghasilkan makanan
yang dapat digunakan untuk mendapatkan energi dan membangun tubuh.
4.)
Metagenesis
Siklus
hidup tumbuhan memperlihatkan suatu pergiliran keturunan (metagenesis).
Pergiliran keturunan meliputi fase gametofit dan sporofit. Fase gametofit atau
fase generatif merupakan tahap menghasilkan gamet haploid. Fase sporofit atau
fase vegetatif merupakan tahap menghasilkan spora. Gametofit menghasilkan gamet
haploid yang menyatu membentuk zigot
Koefisien korelasi merupakan alat statistik yang penting
jika diterapkan pada situasi yang tepat. Harus diingat bahwa koefisien korelasi
semata-mata menunjukkan keberadaan dan ketidak beradaan sebuah hubungan apakah
positif atau negatif antara dua variable. Hal itu seyogyanya tidak disimpulkan
bahwa ini berarti sebuah variable adalah penyebab langsung dari yang lain. Bila
koefisien korelasi semata-mata digunakan sebagai penunjuk pada beberapa proses
hubungan antara dua variable, maka akan berguna bukannya menyesatkan. Ide
koefisien korelasi dapat diperluas pada setiap jumlah variable (Resosoedarmo,
1990).
Korelasi ialah suatu keterkaitan yang bisa ditangkap dari
perbandingan dua proporsi yang masing-masing proporsi mengandung 2 kriteria
yang salah satu kriteria disebutkan dalam kedua proporsi tersebut. Korelasi
(Santoso, 2007) terbagi atas :
1. Korelasi Positif
Misalkan terdapat sebuah populasi
yang anggotanya mengandung suatu kriteria P dan beberapa anggota juga memiliki
kriteria Q. Maka, pada populasi tersebut P berkorelasi positif dengan Q jika proporsi
Q dalam P bernilai lebih besar daripada proporsi Q dalam non-P. Atau
sebaliknya, proporsi P dalam Q lebih besar dari proporsi P dalam non-Q. Sebagai
contoh, berdasarkan penelitian yang dilakukan produsen sabun A di sebuah toko B
kepada 100 orang pengunjung, 30 orang membeli sabun, 10 diantaranya telah
mengingat iklan terbaru sabun A. Sedangkan dari yang tidak membeli, 12 orang
diantaranya telah mengingat iklan sabun tersebut. Dari contoh ini, terdapat
suatu korelasi positif karena proporsi dari kriteria yang mengingat iklan
dan membeli sabun (33%) lebih besar daripada proporsi yang mengingat iklan dan
tidak membeli sabun (17%).
2.
Korelasi Negatif dan Tidak Berkorelasi
Suatu
korelasi negatif atau malah tidak ada korelasi antara dua proporsi, jika merujuk
pada kasus pembelian dan iklan sabun di atas, korelasi negatif terjadi jika
proporsi dari kriteria yang mengingat dan membeli sabun lebih kecil daripada
proporsi yang mengingat iklan dan tidak membeli sabun. Sedangkan kasus yang
tidak berkolerasi bisa terjadi jika kedua proporsi tersebut memiliki tingkat
proporsi yang sama (equal).
Dalam suatu penelitian, sampel yang dikumpulkan harus data
yang benar, dan cara pengumpulan (sampling) data tersebut harus dilakukan
dengan benar dan mengikuti metode dan tata cara yang benar sehingga kesimpulan
hasil penelitian yang dapat dipercaya. Prosedur pengambilan sampel yang
menghasilkan kesimpulan terhadap populasi yang tidak sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya dikatakan berbias. Untuk menghilangkan kemungkinan bisa ini maka
sampel harus diambil berdasarkan prosedur khusus khusus (Spesific
procedures). Ada berbagai prosedur untuk memilih sampel (Soewarno, 1995) antara
lain :
1). Pemilihan
acak (random selection), berdasarkan ketentuan bahwa setiap pengukuran dilakukan
secara terpisah dan masing-masing data yang diukur mempunyai peluang yang sama
untuk dipilih menjadi sampel.
2). Pemilihan
sengaja (purposive selection), pemilihan sampel yang dilakukan secara sengaja
dan sepenuhnya dengan kesengajaan oleh pengambil sampel.
Pemilihan sampel data hidrologi yang dilakukan secara acak
berdasarkan ketentuan bahwa setiap pengukuran dilakukan secara terpisah dan
masing-masing
data
yang diukur mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Prosedur
pemilihan sampel secara acak adalah yang paling sering dilakukan oleh para
peneliti di bidang hidrologi (Soewarno, 1995).
Tipe pemilihan acak ada empat, diantaranya disampaikan
secara ringkas (Soewarno, 1995) sebagai berikut :
1. Pemilihan
acak sederhana (Simple Random Sampling)
Pemilihan
sejumlah sampel (n) buah dilakukan dengan menggunakan suatu alat mekanik
(misal: mata uang, dadu, kartu) atau dengan menggunakan tabel yaitu tabel
bilangan random (Random digit table). Sebuah sampel yang terdiri dari
unsur-unsur yang dipilih dari populasi dianggap cocok, dengan ketentuan bahwa
setiap unsure yang terdapat dalam populasi tersebut mempunyai peluang yang sama
untuk dipilih. Pemilihan yang bersifat acak akan memberikan hasil yang
memuaskan bila populasi darimana asal sampel tersebut dipilih benar-benar
bersifat sama jenis atau homogeny.
2. Pemilihan acak berangkai (Random Serial
Sampling)
Pemilihan sampel ditentukan dengan
cara membagi populasi berdasarkan interval tertentu.
3. Pemilihan acak
bertingkat
Apabila dalam pemilihan sampel
ternyata populasinya terdiri dari bermacam-macam jenis (heterogen), maka
populasi tersebut harus dibagi ke dalam beberapa stratum dan sampelnya dipilih
secara acak dari tiap stratum. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk :
1.
Menganalisa
setiap populasi yang lebih homogenya secara terpisah.
2.
Meningkatkan
ketelitian dalam pengambilan keputusan seluruh populasi.
BAB III
METODE
PERCOBAAN
III.1. Alat
Alat
yang digunakan dalam percobaan adalah jangka sorong (0.05 mm), timbangan
digital, spidol, mistar, dan kalkulator.
III.2.
Bahan
Bahan
yang digunakan dalam percobaan tersebut adalah biji jarak Ricinus communis, biji flamboyan Delonix regia, dan kertas
grafik.
III.3.
Cara kerja
Cara kerja dalam
percobaan tersebut adalah:
1.
Kertas grafik dibagi menjadi 15 bagian berbentuk kotak dengan spidol dan diberi
nomor pada tiap kotak dimulai dari nomor 1 hingga 15.
2. Setiap kotak terdiri atas panjang 5 dan lebar
3
3.
Biji diambil secara acak sebanyak 15 biji kemudian diletakkan pada kotak bernomor
yang telah dibuat di kertas grafik tadi.
4.
Panjang tiap biji diukur dengan menggunakan jangka sorong, tulislah hasilnya pada
kotak dikertas grafik yang sesuai dengan nomor kotak dimana biji itu diambil,
kemudian biji kembali diletakkan di kotak semula.
5.
Satu persatu 15 biji yang sudah diketahui panjangnya ditimbang lalu dicatat
beratnya serta dikembalikan pada kotak semula.
6. Untuk
perhitungan, analisis data dan lain-lain digunakan data dari dua kelompok
perhitungan dari masing-masing kelompok.
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1
Hasil Pengamatan
IV.1.1 Data Hasil Pengukuran dan Penimbangan Biji
Jarak
Kepyar Ricinus communis
Tabel
1. Hasil Pengukuran dan Penimbangan Biji Jarak Kepyar Ricinus communis
Biji ke-
|
X (Cm)
|
Y (gr)
|
1
|
1,73
|
0,62
|
2
|
1,87
|
0,4
|
3
|
1,66
|
0,6
|
4
|
1,72
|
0,62
|
5
|
1,86
|
0,52
|
6
|
1,87
|
0,76
|
7
|
1,73
|
0,66
|
8
|
1,73
|
0,66
|
9
|
1,79
|
0,6
|
10
|
1,72
|
0,58
|
11
|
1,62
|
0,46
|
12
|
1,73
|
0,68
|
13
|
1,74
|
0,62
|
14
|
1,8
|
0,54
|
15
|
1,64
|
0,56
|
IV.1.2 Data Hasil Pengukuran dan
Penimbangan Biji Flamboyan Delonix regia
Tabel
2. Hasil Pengukuran dan Penimbangan Biji Flamboyan Delonix regia
Biji ke-
|
X (Cm)
|
Y (gr)
|
1
|
0,96
|
0,28
|
2
|
0,97
|
0,26
|
3
|
0,93
|
0,3
|
4
|
0,91
|
0,28
|
5
|
0,92
|
0,24
|
6
|
0,96
|
0,28
|
7
|
0,98
|
0,28
|
8
|
0,92
|
0,24
|
9
|
0,92
|
0,24
|
10
|
0,92
|
0,28
|
11
|
0,98
|
0,28
|
12
|
0,96
|
0,28
|
13
|
0,95
|
0,28
|
14
|
0,97
|
0,28
|
15
|
0,93
|
0,3
|
IV.2 Analisis Data
IV.2.1.1 Analisis Data Hasil Pengukuran dan Penimbangan
Biji Jarak Kepyar Ricinus communis
Tabel
3. Data Perhitungan Biji Jarak Kepyar Ricinus
communis
No
|
Xi
|
X12
|
(Xi-
)
|
(Xi-
)2
|
Y1
|
Y12
|
(Y1-
)
|
(Y1-
)2
|
X1Y1
|
|
1
|
1.73
|
2.99
|
-0.017
|
0.00028
|
0.62
|
0.38
|
0.028
|
0.00078
|
1.072
|
|
2
|
1.87
|
3.49
|
0.123
|
0.01512
|
0.40
|
0.16
|
-0.192
|
0.03686
|
0.748
|
|
3
|
1.66
|
2.75
|
-0.087
|
0.00756
|
0.60
|
0.36
|
0.008
|
0.00006
|
0.996
|
|
4
|
1.72
|
2.95
|
-0.027
|
0.00072
|
0.63
|
0.39
|
0.038
|
0.00144
|
1.083
|
|
5
|
1.86
|
3.45
|
0.113
|
0.01276
|
0.52
|
0.27
|
-0.072
|
0.00518
|
0.967
|
|
6
|
1.87
|
3.49
|
0.123
|
0.01512
|
0.76
|
0.57
|
0.168
|
0.02822
|
1.421
|
|
7
|
1.73
|
2.99
|
-0.017
|
0.00028
|
0.66
|
0.43
|
0.068
|
0.00462
|
1.141
|
|
8
|
1.73
|
2.99
|
-0.017
|
0.00028
|
0.66
|
0.43
|
0.068
|
0.00462
|
1.141
|
|
9
|
1.79
|
3.20
|
0.043
|
0.00184
|
0.60
|
0.36
|
0.008
|
0.00006
|
1.074
|
|
10
|
1.72
|
2.95
|
-0.027
|
0.00072
|
0.58
|
0.33
|
-0.014
|
0.00019
|
0.997
|
|
11
|
1.62
|
2.62
|
-0.127
|
0.01612
|
0.46
|
0.21
|
-0.132
|
0.01742
|
0.745
|
|
12
|
1.73
|
2.99
|
-0.017
|
0.00028
|
0.68
|
0.46
|
0.088
|
0.00774
|
1.176
|
|
13
|
1.74
|
3.02
|
0.007
|
0.00005
|
0.62
|
0.38
|
0.028
|
0.00078
|
1.078
|
|
14
|
1.80
|
3.24
|
0.053
|
0.00280
|
0.54
|
0.29
|
-0.052
|
0.00270
|
0.972
|
|
15
|
1.64
|
2.68
|
0.107
|
0.01144
|
0.56
|
0.31
|
-0.032
|
0.00102
|
0.918
|
|
∑
|
26.21
|
45.8
|
0
|
0.08537
|
8.88
|
5.33
|
0
|
0.11169
|
15.529
|
|
|
1.747
|
3.053
|
0
|
0.00569
|
0.592
|
0.35
|
0
|
0.00744
|
1.035
|
a).
Panjang biji jarak Ricinus communis
-
Panjang rata-rata (x) : 1.74 cm
-
Panjang (X maks) :
1.87 cm
-
Panjang (X min) : 1.62 cm
b).
Berat biji jarak Ricinus communis
-
Berat rata-rata (y) :
0.59 gr
-
Berat (maks) : 0.76 gr
-
Berat (min) : 0.40 gr
c).
Simpangan baku untuk panjang biji jarak Ricinus communis
SDx =
=
=
=
0,078 cm
d). Simpangan baku
untuk berat biji jarak Ricinus communis
SDy =
=
=
=
0,088 gram
e).
Banyak kelas
K
= 1 + 3,3 log n
=
1 + 3,3 log 15
=
1 + 3,3. 1,1
=
4,88
5
f).
Interval panjang biji jarak Ricinus
communis
=
=
0.05 cm
g).
Interval berat biji jarak Ricinus
communis
=
=
0.07 g
h).
Distribusi frekuensi panjang biji jarak kepyar Ricinus communis
Tabel
4. Distribusi frekuensi panjang biji jarak kepyar Ricinus communis
Kelas
|
Interval
|
Frekuensi
|
A
|
1.62 - 1.67
|
3
|
B
|
1.68 - 1.72
|
2
|
C
|
1.73 - 1.77
|
5
|
D
E
|
1.78 - 1.82
1.83 - 1.87
|
2
3
|
Σ
|
15
|
i).
Distribusi frekuensi berat biji arak kepyar Ricinus
communis
Tabel
5. Distribusi berat frekuensi biji jarak kepyar Ricinus communis
Kelas
|
Interval
|
Frekuensi
|
A
|
0.40 - 0.47
|
2
|
B
|
0.48 - 0.55
|
2
|
C
|
0.56 - 0.63
|
4
|
D
E
|
0.64 - 0.71
0.72 - 0.79
|
6
1
|
Σ
|
15
|
j).
Grafik Panjang Biji Jarak Kepyar Ricinus
communis
Gambar 1.
Histogram Panjang Biji Jarak Kepyar Ricinus
communis
k).
Grafik Berat Biji Jarak Kepyar Ricinus
communis
Gambar 2.
Histogram Berat Biji Jarak Kepyar Ricinus
communis
l)
Analisis korelasi (Rumus Person Product Moment)
rxy =
=
=
=
= 0,54
m) Uji t (t test)
t =
=
=
=
= 2,73
Jadi nilai t hitung untuk biji jarak kepyar Ricinus
communis yaitu 2,73
IV.2.1.2 Analisis Data Hasil Pengukuran
dan Penimbangan Biji Flamboyan Delonix
regia
Tabel 6. Data Perhitungan Biji Flamboyan
Delonix regia
No
|
Xi
|
X12
|
(Xi-
)
|
(Xi-
)2
|
Y1
|
Y12
|
(Y1-
)
|
(Y1-
)2
|
X1Y1
|
|
1
|
0.96
|
0.9216
|
0.015
|
0.00022
|
0.28
|
0.0784
|
0.007
|
0.00004
|
0.2688
|
|
2
|
0.97
|
0.9409
|
0.025
|
0.00062
|
0.26
|
0.0676
|
-0.013
|
0.00016
|
0.2522
|
|
3
|
0.93
|
0.8649
|
-0.015
|
0.00022
|
0.30
|
0.09
|
0.027
|
0.00072
|
0.279
|
|
4
|
0.91
|
0.8281
|
-0.035
|
0.00122
|
0.28
|
0.0784
|
0.007
|
0.00004
|
0.2548
|
|
5
|
0.92
|
0.8464
|
-0.025
|
0.00062
|
0.24
|
0.0576
|
-0.033
|
0.00108
|
0.2208
|
|
6
|
0.96
|
0.9216
|
0.015
|
0.00022
|
0.28
|
0.0784
|
0.007
|
0.00004
|
0.2688
|
|
7
|
0.98
|
0.9604
|
0.035
|
0.00122
|
0.28
|
0.0784
|
0.007
|
0.00004
|
0.2744
|
|
8
|
0.92
|
0.8464
|
-0.025
|
0.00062
|
0.24
|
0.0576
|
-0.033
|
0.00108
|
0.2208
|
|
9
|
0.92
|
0.8464
|
-0.025
|
0.00062
|
0.24
|
0.0576
|
-0.033
|
0.00108
|
0.2208
|
|
10
|
0.92
|
0.8464
|
-0.025
|
0.00062
|
0.28
|
0.0784
|
0.007
|
0.00004
|
0.2576
|
|
11
|
0.98
|
0.9604
|
0.035
|
0.00122
|
0.28
|
0.0784
|
0.007
|
0.00004
|
0.2744
|
|
12
|
0.96
|
0.9216
|
0.015
|
0.00022
|
0.28
|
0.0784
|
0.007
|
0.00004
|
0.2688
|
|
13
|
0.95
|
0.9025
|
0.005
|
0.00002
|
0.28
|
0.0784
|
0.007
|
0.00004
|
0.266
|
|
14
|
0.97
|
0.9409
|
0.025
|
0.00062
|
0.28
|
0.0784
|
0.007
|
0.00004
|
0.2716
|
|
15
|
0.93
|
0.8649
|
-0.015
|
0.00022
|
0.30
|
0.09
|
0.027
|
0.00072
|
0.279
|
|
∑
|
14.18
|
13.4134
|
0.005
|
0.0085
|
4.1
|
1.126
|
0.005
|
0.00487
|
3.877
|
|
|
0.945
|
0.890
|
0.0003
|
0.0005
|
0.273
|
0.068
|
0.0003
|
0.00032
|
0.258
|
a).
Panjang biji flamboyan Delonix regia
-
Panjang rata-rata (x) : 0.945 cm
-
Panjang (X maks) :
0.98 cm
-
Panjang (X min) : 0.91 cm
b).
Berat biji Flamboyan Delonix regia
-
Berat rata-rata (y) :
0.273gr
-
Berat (maks) : 0.30 gr
-
Berat (min) : 0.24 gr
c).
Simpangan baku untuk panjang biji flamboyan Delonix
regia
SDx
=
=
=
=
0,024 cm
d). Simpangan baku
untuk berat biji flamboyan Dlonix regia
SDy
=
=
=
=
0,018 gram
e).
Banyak kelas
K
= 1 + 3,3 log
=
1 + 3,3 log 15
=
1 + 3,3. 1,
=
4.88
f).
Interval panjang biji flamboyan Delonix
regia
=
=
0.014 cm
g).
Interval berat biji flamboyan Delonix
regia
=
=
0.012 gr
h).
Distribusi frekuensi panjang biji flamboyan Delonix
regia
Tabel
7. Distribusi frekuensi panjang biji flamboyan Delonix regia
Kelas
|
Interval
|
Frekuensi
|
A
|
0.91 – 0.92
|
5
|
B
|
0.92 – 0.93
|
2
|
C
|
0.94 – 0.95
|
1
|
D
E
|
0.96 – 0.97
0.98 – 0.99
|
3
4
|
Σ
|
15
|
i).
Distribusi frekuensi berat biji flamboyan Delonix
regia
Tabel
8. Distribusi berat frekuensi biji flamboyan Delonix regia
Kelas
|
Interval
|
Frekuensi
|
A
|
0.24 - 0.252
|
3
|
B
|
0.253 - 0.265
|
1
|
C
|
0.266 - 0.278
|
0
|
D
E
|
0.279 - 0.291
0.292 - 0.304
|
9
2
|
Σ
|
15
|
j).
Grafik Panjang Biji flamboyan Delonix
regia
Gambar
3. Histogram panjang biji flamboyan Delonix regia
k).
Grafik Berat Biji flamboyan Delonix regia
Gambar
4. Histogram berat biji flamboyan Delonix
regia
l). Analisis korelasi (Rumus Person Product
Moment)
rxy =
=
=
=
= 0,62
m). Uji t (t test)
t =
=
=
=
= 5,8
Jadi,
nilai t hitung untuk biji flamboyan Delonix
regia yaitu 5,8.
IV. 3 Pembahasan
Pada
percobaan Korelasi Antara Panjang dan Berat ini, digunakan 2 jenis biji yang
berbeda yaitu biji jarak kepyar Ricinus
communis dan biji flamboyan Delonix
regia. Dilakukan pengukuran panjang dan berat terhadap dua biji tersebut
untuk mengetahui apakah ada hubungan antara panjang dengan pertambahan berat
dari kedua biji tersebut. Untuk mengetahui adanya korelasi antara panjang dan
berat pada kedua biji tersebut, maka digunakanlah jangka sorong (0,05 mm) dan
timbangan digital untuk mengukur panjang dan berat kedua biji tersebut.
Berdasarkan
hasil dari perhitungan data kedua biji diperoleh nilai t hitung untuk Biji
Jarak Kepyar Ricinus communis sebesar
2,73 dan untuk Biji Flamboyan Delonix
regia sebesar 5,8. Sesuai dengan yang ditetapkan bahwa jika t hitung
t
tabel maka artinya Ho ditolak dan Hi diterima dan
sebaliknya jika t hitung
t
tabel maka Ho diterima dan Hi ditolak.
Perhitungan untuk data distribusi
t tabel, diperoleh nilai t tabel sebesar 2,16. Karena derajat kebebasannya
13 diperoleh dari n-2. Dari data yang diperoleh, pada biji jarak kepyar
Ricinus communis t hitung yang diperoleh sebesar 2,73 yang berarti bahwa nilai t hitung lebih besar
dari nilai t tabel yaitu 2,16. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak
dan Hi diterima, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa terdapat
korelasi atau korelasi positif antara pertambahan panjang dan pertambahan berat
pada biji jarak kepyar Ricinus communis,
sedangkan pada biji flamboyan Delonix
regia nilai t hitung yang diperoleh adalah 5,8 yang berarti bahwa nilai t
hitung lebih besar dari nilai t tabel yaitu 2,16. Hal ini menunjukkan bahwa H0
ditolak dan Hi diterima, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa
terdapat korelasi atau korelasi positif antara pertambahan panjang dan
pertambahan berat pada biji flamboyan Delonix
regia.
Pada kedua biji yang di ukur panjang
dan beratnya yaitu biji Jarak kepyar Ricinus
communis dan biji flamboyan Delonix
regia terdapat Korelasi Antara Panjang dan Berat, hal tersebut terjadi
karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi korelasi antara panjang dan berat
yaitu materi yang terkandung didalamnya, dimana biji yang masih mengandung
banyak komponen didalamnya akan menambah berat dari biji tersebut. Begitu pula
jika komponen didalamnya sudah menyusut atau menghilang akan mengurangi berat
biji tersebut meskipun panjangnya tetap, jumlah cadangan makanan yang ada dimana jika jumlah cadangan makanan yang ada
banyak maka beratnya akan bertambah dan sebaliknya jika cadangan makanan berkurang
maka breratnya pun berkurang, kepadatan dari sel-sel biji mempengaruhi korelasi
panjang dan berat, jika sel-sel biji masih aktif, besar, dan padat maka
beratnya bertambah dan begitu juga sebaliknya jika sel-sel biji tersebut mati
maka akan mengurangi berat biji tersebut.
BAB V
PENUTUP
V.1
Kesimpulan
Kesimpulan yang
dapat diambil dari percobaan ini adalah :
1.
Dari hasil pengukuran antara panjang dan berat biji jarak kepyar Ricinus communis dan biji flamboyan Delonix regia dapat diketahui bahwa pada
biji jarak kepyar Ricinus communis dan
biji flamboyan Delonix regia terdapat
korelasi antara panjang dan berat karena t hitung
t
tabel yang menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Hi diterima.
2. Untuk
mengukur panjang pada biji, dapat digunakan jangka sorong dan untuk mengukur
berat pada biji digunakan timbangan digital atau timbangan OHAUS.
V. 2 Saran
Saran
yang dapat saya berikan yaitu alat laboratorium sekiranya dapat ditambah agar
setiap kelompok tidak bergiliran untuk menggunakan alat.
LAPORAN
PRAKTIKUM
EKOLOGI
UMUM
PERCOBAAN
I
KORELASI
ANTARA PANJANG DAN BERAT
NAMA : SUNARTO ARIF SURA’
NIM : H41112284
KELOMPOK : I (SATU)
HARI/TGL
PERC. : KAMIS/ 21 MARET 2013
ASISTEN : SUWARDI
NURJIHADINNISA
LABORATORIUM
ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
DAFTAR PUSTAKA
Hadi,
S., 2008. Pertumbuhan dan Perkembangan. http://www.indokristi.com.
Diakses pada tanggal 24 Maret 2013, pukul 21.15 WITA, Makassar.
Resosoedarmo,
S., 1990. Pengantar Ekologi. PT. Remaja Rosdikarya, Bandung.
Soewarno,
1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisis Data. Novas,
Bandung.
Santoso,
A., 2007. Kolerasi. http://www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 24
Maret 2013, pukul 21.15 WITA, Makassar.
Umar,
M, R., 2013. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Wikipedia,
2013. Perkembangan. http://www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 24
Maret 2013, pukul 21.15 WITA, Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar