BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan di bumi ini kelembaban udara merupakan
salah satu faktor lingkungan abiotik yang berpengaruh terhadap
aktivitas manusia, tumbuhan, dan hewan di alam. Kelembaban udara juga menentukan bagaimana makhluk tersebut
dapat beradaptasi dengan kelembaban yang ada di lingkungannya
(Kartaspoetra, 1990).
Meskipun uap air hanya merupakan sebagian kecil saja dari
semua atmosfir kira-kira 2% dari masa seluruhnya tetapi merupakan komponen
udara yang penting dari segi cuaca dan iklim. Data klimatologi untuk kelembaban
udara yang umum dilaporkan adalah kelembaban relatif (RH) (Kartaspoetra, 1990).
Kelembaban itu di tentukan oleh jumlah uap air yang
terkandung didalam udara. Total uap air per satuan volume. Udara disebut sebagai
kelembaban absolut (absolute humidity, umumnya dinyatakan dalam satuan kg (m³).
Perbandingan antara massa uap air dengan massa udara lembab dalam satuan volume
udara tertentu disebut sebagai kelembaban spesifik (specific humidity, umumnya
dinyatakan dalam satuan g/kg. Massa udara lembab adalah total massa dari
seluruh gas-gas atmosfir yang terkandung, termasuk uap air. Jika massa uap air
tidak diikutkan, maka disebut sebagai udara kering (dri air) (Kartaspoetra,
1990). Oleh karena itu, untuk mengetahui perbedaan kelembaban relatif udara
pada lokasi yang berbeda-beda serta faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan
tersebut, maka dilakukan percobaan mengenai kelembaban relatif udara pada
tempat yang berbeda.
I.2. Tujuan Percobaan
Tujuan
percobaan tentang kelembaban relatif udara pada tempat berbeda adalah:
1)
Untuk mengetahui
perbedaan kelembaban relatif udara pada tempat / lokasi yang berbeda dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya
2)
Untuk melatih
keterampilan mahasiswa dalam membaca dan mengoperasikan peralatan sederhana
dalam mengukur kelembaban udara relatif.
I.3. Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan mengenai Kelembaban
relatif udara pada tempat berbeda dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 4 April
2013 pukul 14.00 – 17.00 WITA, bertempat
di Laboratorium Biologi Dasar, dan
pengambilan data dilakukan di Laboratorium Biologi Dasar, pelataran MIPA,
Canopy, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelembaban merupakan
salah satu faktor lingkungan abiotik yang berpengaruh terhadap aktivitas
organisme di alam. Kelembaban merupakan jumlah uap air di udara, sedangkan
kelembaban mutlak adalah sejumlah uap air dalam udara yang dinyatakan sebagai
berat air per satuan udara (misalnya gram per kilogram udara). Jumlah uap air
yang tersimpan di udara (pada kejenuhan) dipengaruhi oleh temperatur dan
tekanan, sehingga kelembaban nisbi adalah persentase uap air yang sebenarnya
ada dibandingkan dengan kejenuhan dibawah temperatur dan tekanan tertentu.
Kelembaban merupakan salah satu faktor ekologis yang mempengaruhi aktivitas
organisme seperti penyebaran, keragaman harian, keragaman vertical dan
horizontal (Umar, 2013).
Ada enam faktor yang
mempengaruhi kelembaban udara di suatu tempat (Umar,
2013) yaitu :
a)
Suhu
Daerah yang memiliki suhu udara
yang tinggi memiliki kelembaban rendah karena suhu udara yang tinggi dapat
mempercepat penguapan air di suatu tempat sehingga uap air yang terkandung di
tempat tersebut sangat sedikit, begitu pula pada daerah yang memiliki suhu
rendah pasti memiliki kelembaban yang
tinggi.
b) Kuantitas
dan kualitas penyinaran Kualitas intensitas
Lamanya radiasi
yang mengenai tumbuhan mempunyai pengaruh yang besar terhadap berbagai proses
fisiologi tumbuhan. Cahaya mempengaruhi pembentukan klorofil, fotosintesis,
fototropisme, dan fotoperiodisme.
c)
Pergerakan angin
Semakin tinggi kecepatan pergerakan
angin akan lebih mempercepat pegangkatan uap air menggempul di udara.
d)
Tekanan udara
Tekanan
udara erat kaitannya dengan pergerakaan angin.
e)
Vegetasi
Semakin banyak
vegetasi suatu daerah semakin mempengaruhi tingkat kelembaban suatu daerah,
mengingat tanaman termasuk salah satu penghasil uap air melalaui proses transpirasi.
f)
Ketersediaan air di suatu tempat (air
tanah)
Ketersedian air yang banyak pada suatu tempat
menyebabkan tingkat penguapan air ke udara meningkat.
Kelembapan
udara menyatakan banyaknya uap air dalam udara. Jumlah uap air dalam udara ini sebetulnya hanya merupakan
sebagian kecil saja dari seluruh atmosfer, yaitu hanya kira-kira 2 % dari jumlah massa. Akan tetapi
uap air ini merupakan komponen udara yang sangat penting ditinjau dari segi
cuaca dan iklim
(Hardjodinomo,
1975).
Uap air adalah suatu gas, yang tidak
dapat dilihat, yang merupakan salah satu bagian dari atmosfer. Kabut dan awan
adalah titik air atau butir-butir air yang melayang-layang di udara. Kabut
melayang-layang dekat permukaan tanah, sedangkan awan melayang-layang di
angkasa. Banyaknya uap air yang di kandung oleh hawa tergantung pada temperatur. Makin
tingggi temperatur makin banyak uap air yang dapat dikandung oleh hawa
(Hardjodinomo, 1975).
Proses perubahan air menjadi uap air
disebut penguapan (vaporisasi atau evaporasi). Molekul-molekul air yang
mempunyai energi kinetik yang cukup untuk mengatasi gaya-gaya tarik yang
cenderung untuk menahannya dalam badan air di proyeksikan melalui permukaan
air. Oleh karena energi kinetik bertambah dan tegangan permukaan berkurang
ketika temperatur naik, maka laju pernguapan naik menurut temperatur. Hampir
semua uap di atmosfer adalah hasil penguapan dari permukaan air (Linsley,
1989).
Kelembaban udara pada ketinggian lebih
dari 2 meter dari
permukaan menunjukkan perbedaan yang nyata antara malam dan siang hari. Pada
lapisan udara yang lebih tinggi tersebut, pengaruh angin terjadi lebih besar.
Udara lembab dan udara kering dapat tercampur lebih cepat (Lakitan, 1994).
Kelembaban udara disuatu tempat
berbeda-beda, tergantung pada tempatnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang
mempengaruhinya, diantaranya: Jumlah radiasi yang dipancatkan matahari yang
diterima bumi, pengaruh daratan atau lautan, pengaruh ketinggian (altitude) dan
pengaruh angin (Handoko, 1994).
Kelembaban
udara yang lebih tinggi pada udara dekat permukaan pada siang hari disebabkan
karena penambahan uap air hasil evapotranspirasi dari permukaan. Proses ini
berlangsung karena permukaan tanah menyerap radiasi matahari selama siang hari
tersebut. Pada malam hari, akan berlangsung proses kondensasi atau pengembunan
yang memanfaatkan uap air yang berasal dari udara. Oleh sebab itu, kandungan
uap air di udara dekat permukaan tersebut akan berkurang (Lakitan, 1994).
Kelembaban udara dapat diukur dengan psikometer yang terdiri
dari termometer bola kering dan bola basah. Alat ini ditempatkan
pada sangkar meteorologi dalam kedudukan tegak. Disamping psikometer masih ada
alat ukur kelembaban udara lainnya yakni higrometer rambut/higrograf rambut. Higrograf
biasanya disatukan dengan termograf sehingga disebut termohigrograf. Sensor
dibuat dari rambut dan piasnya dapat menguat. Dahulu orang mengukur angin
dengan skala kekuatan angin yang dikemukakan Beuford. Penemuannya digunakan
untuk mengamati angin dan laut tanpa alat, kemudian setelah diperbaiki dapat
dipakai untuk mengamati angin di darat. Ada 13 skala Beuford yang tergantung
pada efek angin di laut atau benda dikontigen dan dinyatakan dengan nilai
kecepatan angin yang diukur oleh angin adalah besaran vektor. Jadi
dinyatakan dengan arah dan kecepatan angin. Curah hujan dapat diukur dengan
alat pengukur curah hujan otomatis atau yang manual. Alat-alat pengukur
tersebut harus diletakkan pada daerah yang masih alamiah. Mengukur curah hujan
biasanya diukur pada tiap jam 07.00 pagi. Jumlah curah hujan yang kurang dari
0,5 mm dapat dianggap nol (Bayong, 2006).
Beberapa prinsip yang umum digunakan dalam pengukuran udara (Handoko,
2006) yaitu :
1.
Metode pertambahan panjang.
2.
Berat pada benda-benda higroskopis.
3.
Metode termodinamika.
Alat pengukur kelembaban secara umum disebut higrometer. Angin
yang berhembus pada suatu waktu tertentu bukanlah hasil suatu proses yang
sederhana. Ahli meteoroogi telah lama mengetahui bahwa angin merupakan proses interaksi
yang rumit dari pola angin umum dunia. Pola angin umum dunia, demikian juga
dengan angin di sekitar sistem tekanan yang berpindah, biasanya disebut sistem
skala makro karena dimensinya yang lebih besar. Sistem skala meso hanya
bertahan untuk beberapa hari dalam suatu waktu tertentu dan hanya meliputi
daerah yang kecil, walaupun sistem ini lazim terjadi sepanjang tahun (Handoko, 2006).
Beberapa prinsip yang umum digunakan dalam pengukuran
kelembaban udara yaitu metode pertambahan panjang dan berat pada benda-benda higroskopis, serta metode
termodinamika. Alat pengukur kelembaban udara secara umum disebut hygrometer
sedangkan yang menggunakan metode termodinamika disebut psikrometer (Kartasapoetra, 1990).
Kelembaban
udara relatif
(atau RH, Relative Humidity),
adalah rasio antara tekanan uap air aktual pada temperatur tertentu
dengan tekanan uap air jenuh pada temperatur tersebut. Pengertian lain dari RH
adalah perbandingan antara jumlah uap air yang terkandung dalam udara pada
suatu waktu tertentu dengan jumlah uap air maksimal yang dapat ditampung oleh
udara tersebut pada tekanan dan temperatur yang sama (Kartasapoetra, 1990).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1. Alat
Alat-alat
yang digunakan dalam percobaan tersebut adalah termometer (air raksa/alkohol),
sling psychrometer, dan botol air.
III.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam
percobaan tersebut adalah air dan kapas.
III.3. Cara kerja
Cara kerja dalam percobaan tersebut
adalah:
1)
Diambil Sling
psychrometer, kemudian ditarik keluar thermometer kering dan basah dari kotak
skala pada alat tersebut.
2)
Dibalut salah
satu ujung thermometer tersebut dengan kapas yang sudah dibasahi secukupnya,
yaitu pada bagian ujung pangkal. Thermometer yang dibalut kapas menandakan
bahwa thermometer tersebut adalah thermometer basah.
3)
Diayunkan termometer
basah dan kering tersebut dengan cara diputar-putar di udara seperti
baling-baling.
4)
Dilakukan pengamatan
atau pembacaan setiap 3 menit sebanyak 3 kali, dengan interval waktu setiap
pengamatan 2 menit.
5)
Dibuat tabel
hasil pembacaan pada setiap lokasi
pengamatan yang berbeda.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Tabel
1. Hasil Pengukuran Suhu dan Penghitungan Kelembaban relatif
Tempat
|
Sling
Psichrometer
|
|
||
Basah
(oC)
|
Kering
(oC)
|
KR
(oC)
|
||
Dalam
ruangan
(LBD)
|
26
27
26
|
28
29
28
|
87
87
87
|
|
Rata-rata
|
26,33
|
28,33
|
87
|
|
Dibawah
pohon
(Canopy)
|
27
25
26
|
28
26
27
|
94
94
94
|
|
Rata-rata
|
26
|
27
|
94
|
|
Diluar
ruangan
(Pelataran
MIPA)
|
27
26
26
|
29
28
27
|
87
87
94
|
|
Rata-rata
|
26,33
|
28
|
89,33
|
IV.2 Pembahasan
Kelembaban
merupakan salah satu faktor lingkungan abiotik yang berpengaruh terhadap aktivitas
organisme di alam. Kelembaban merupakan jumlah uap air di udara.
Percobaan kelembaban relatif udara ini dilakukan pada
tiga tempat yaitu di dalam laboratorium biologi dasar, pelataran MIPA dan
Canopy. Pengukuran untuk kelembaban relatif udara dilakukan pengukuran dengan
mengunakan dua alat yakni termometer dan sling psychrometer dimana alat ini
terdiri dari termometer basah dan termometer kering. Pengukuran dengan alat ini
untuk membandingkan kelembaban ditiga tempat berbeda ini. Termometer yang digunakan
untuk pengukuran dilakukan dengan cara mengantungnya lalu dikipas-kipas,
sedangkan untuk sling psychrometer dilakukan dengan cara memutar-mutarkannya
diudara dengan kecepatan konstan. Tetapi, pada percobaan kali ini alat yang
digunakan hanya satu yaitu sling psychrometer karena termometer yang disediakan
pada waktu praktikum dalam keadaan yang rusak.
Setiap tempat
memiliki kelembaban relatif dan suhu berbeda-beda. Pada percobaan yang
dilakukan di dalam ruangan kelembaban relatifnya cukup tinggi yakni 87 % untuk
pengukuran yang mengunakan sling psychrometer, rata-rata temperatur Sling
Psychrometer basah dan kering secara berturut-turut 26.33 oC dan
28.33 oC. Hal ini bisa saja
diakibatkan karena dalam ruangan suhunya relatif tetap serta tidak adanya
pergerakan angin juga penyinaran matahari tidak langsung, sehingga banyak
terdapat uap air disini.
Percobaan yang dilakukan di daerah Canopy, dapat dilihat
bahwa kelembaban relatif udaranya sangat tinggi 94% untuk pengukuran yang
mengunakan sling psychrometer, rata-rata temperatur Sling Psychrometer basah
dan kering secara berturut-turut 26 oC dan 27 oC. Hal ini
dapat terjadi karena di daerah Canopy banyak terdapat vegetasi serta kuantitas
dan kualitas penyinaran dari matahari terhalang dengan pepohonan, sehingga menyebabkan
uap air pada daerah ini banyak.
Percobaan yang dilakukan dipelataran MIPA, dapat dilihat
bahwa pengukuran yang mengunakan sling psychrometer sebesar 89.33%, rata-rata
temperatur sling psychrometer basah dan kering secara berturut-turut 26.33 oC
dan 28 oC. Perbedaan ini mungkin saja terjadi karena pada saat
percobaan cuaca tidak menentu serta suhunya yang tidak stabil sehingga
menyebabkan perbedaan pada kelembaban relatif ditempat ini.
Perhitungan hasil analisis dapat menunjukkan bahwa
keadaan tempat sangat mempengaruhi kelembaban relatif udara, selain itu
kelembaban ini sangat dipengaruhi suhu, tekanan udara, pergerakan angin,
kuantitas dan kualitas penyinaran, vegetasi, dan ketesediaan air pada tempat
pengukuran kelembaban relatif ini.
BAB
V
PENUTUP
V.1
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini adalah
sebagai berikut:
1. Kelembaban
relatif udara pada tempat berbeda memiliki perbedaan, dimana kelembaban relatif
udara ini dipengaruhi beberapa faktor seperti suhu, tekanan udara, pergerakan
angin, kuantitas dan kualitas penyinaran, vegetasi, dan ketersediaan air
disuatu tempat.
2.
Kelembaban relatif udara dapat diukur dengan menggunakan Termometer dan Sling Psychrometer.
V.2
Saran
Saran saya,
sebaiknya alat-alat laboratoriumnya diperhatikan dan ditambah agar kesalahan data juga dapat
diminimalisirkan dan agar tidak saling bergantian dalam menggunakan alat.
LAPORAN
PRAKTIKUM
EKOLOGI UMUM
PERCOBAAN II
KELEMBABAN RELATIF UDARA PADA TEMPAT BERBEDA
NAMA : SUNARTO ARIF SURA’
NIM : H41112284
KELOMPOK : I (SATU)
HARI/TGL PERC. : KAMIS, 4 APRIL 2013
ASISTEN : SUWARDI
NURJIHADINNISA
LABORATORIUM
ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
DAFTAR PUSTAKA
Bayong, 2006. Klimatologi umum. Penerbit ITB, Bandung.
Handoko, 1994.
Klimatologi Dasar landasan pemahaman fisika atmosfer dan unsur-unsur iklim.
PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta.
Hardjodinomo, S., 1975. Ilmu
Iklim dan Pengairan. Binacipta, Bandung.
Kartaspoetra, G. A., 1990. Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan
Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta.
Lakitan, B., 1994. Dasar-Dasar
Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Linsley, 1989. Hidrologi Untuk Insinyur.
Erlangga, Jakarta.
Umar, M. R.,
2013. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar