Rabu, 22 Mei 2013

Keanekaragaman Jenis Dalam Komunitas


LAPORAN PRAKTIKUM
EKOLOGI UMUM

PERCOBAAN X
KEANEKARAGAMAN JENIS DALAM KOMUNITAS

NAMA                          : SUNARTO ARIF SURA’
NIM                               : H41112284
KELOMPOK               : I (SATU) A
HARI/TGL PERC.      : KAMIS /2 MEI 2013
ASISTEN                      : SUWARDI
                                                                          NURJIHADINNISA
unhas_logo.gif      

















LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Keanekaragaman jenis merupakan karakteristik tingkatan dalam komunitas berdasarkan organisasi biologisnya, yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitasnya. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies sama dan hampir sama. Sebaliknya jika suatu komunitas disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya sedikit spesies yang dominan maka keanekaragaman jenisnya rendah (Umar, 2013).
            Para ahli ekologi telah banyak mengembangkan perhitungan atau metode kuantitatif untuk mengukur keragaman jenis komunitas antara lain yang bayak sekarang dipakai adalah Indeks Simpson dan Indeks Shannon-Wiener                       (Umar, 2013).
Setiap tingkatan biologi  sangat penting bagi kelangsungan hidup spesies dan komunitas alami, dan kesemuanya penting bagi manusia. Keanekaragaman spesies mewakili aneka ragam adaptasi  evolusi dan ekologi suatu spesies pada lingkungan tertentu. Keanekaragaman spesies menyediakan bagi manusia sumber daya alternatifnya. Contohnya,  hutan hujan tropik dengan aneka variasi spesies yang menghasilkan tumbuhan dan hewan yang dapat digunakan untuk makanan, tempat bernaung dan obat-obatan. Keanekaragaman hayati yang ada pada ekosistem pertanian seperti persawahan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman, yaitu dalam sistem perputaran nutrisi, perubahan iklim mikro, dan detoksifikasi senyawa kimia. Serangga sebagai salah satu komponen keanekaragaman hayati juga memiliki peranan penting dalam jaring makanan yaitu sebagai herbivor, karnivor, dan detrivor (Umar, 2013).
Untuk mengetahui bagaimana cara menghitung dan menganalisis data dari keanekaragaman jenis suatu komunitas pada daerah/wilayah tertentu, maka dilakukanlah percobaan ini.

I.2 Tujuan Percobaan
            Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah :
1.     Untuk mengetahui dan menentukan keanekaragaman jenis suatu komunitas dengan berdasarkan pada Indeks Simpson dan Indeks Shannon-Wiener.
2.     Melatih keterampilan mahasiswa dalam menggunakan metode teknik-teknik sampling organisme dan rumus sederhana dalam menghitung organisme dalam komunitas.

I.3 Waktu dan Tempat
            Percobaan ini dilakukan pada hari Kamis, tanggal 2 Mei 2013 pukul 14.00-17.00 WITA bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar, dan pengambilan data dilakukan di samping Omega, Universitas Hasanuddin, Makassar.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia terletak di kawasan tropik yang mempunyai iklim yang stabil dan secara geografi adalah negara kepulauan yang terletak diantara dua benua yaitu Asia dan Australia. Salah satu keanekaragaman hayati yang dapat dibanggakan Indonesia adalah serangga, dengan jumlah 250.000 jenis atau sekitar 15% dari jumlah jenis biota utama yang diketahui di Indonesia (Odum, 1993).
Fluktuasi atau grafik naik turunnya keanekaragaman secara teratur senantiasa dapat terjadi di dalam suatu ekosistem. Hal ini dapat terjadi karena adanya saling kontrol terhadap populasi konsumen biotik dalam suatu ekositem tersebut. Proses itu akan terus berjalan secara berkesinambungan dan tanpa menimbulkan goncangan ekosistem. Hal ini akan terjadi selama lingkungan tersebut berada dalam keadaan seimbang (Wolf, 1992).
Habitat alami seperti hutan, dapat terjadi kerusakan karena faktor serangga herbivor sangat jarang terjadi. Hal ini mungkin disebabkan karena di dalam habitat hutan jumlah serangga karnivor lebih banyak dan keragaman jenis serangga juga jauh lebih tinggi dan kompleks dibandingkan agroekosistem. Pada lahan pertanian, adanya praktek pertanian memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap keanekaragaman serangga (Odum, 1993).
Organisme tidak dapat hidup menyendiri, tetapi harus hidup bersama-sama dengan organisasi sejenis atau dengan yang tidak sejenis. Berbagai organisme yang hidup di suatu tempat, baik yang besar maupun yang kecil, tergabung dalam suatu persekutuan yang disebut komunitas biotik. Suatu komunitas biotik terikat sebagai suatu unit oleh saling ketergantungan anggota-anggotanya. Suatu komunitas adalah suatu unit fungsional dan mempunyai struktur yang pasti. Tetapi srtuktur ini sangat variabel, karena jenis-jenis komponennya dapat dipertukarkan menurut waktu dan ruang. Komunitas biotik terdiri atas kelompok kecil, yang anggota-anggotanya lebih akrab lagi satu sama lain, sehingga kelompok kecil itu merupakan unit yang kohesif. Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat tinggi. Misalnya dari mahluk bersel satu hingga mahluk bersel banyak dan tingkat organisasi kehidupan individu sampai tingkat interaksi kompleks, misalnya dari spesies sampai ekosistem (Resosoedarmo, 1990).
Tanaman dan hewan dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu tempat membentuk kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan lingkungannya yang memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kumpulan ini terdapat pula kerukunan untuk hidup bersama, toleransi kebersamaan dan hubungan timbal balik yang menguntungkan sehingga dalam kumpulan ini terbentuk suatu derajat keterpaduan. Kumpulan atau susunan dari berbagai populasi yang peka menyesuaikan diri dan menghuni suatu wilayah tertentu di alam disebut komunitas. Seperti halnya populasi dan jasad hidup lain yang membentuknya, komunitas pun mempunyai struktur dan fungsi di alam bahkan dengan derajat organisme yang lebih tinggi, karena mempunyai ciri, sifat, dan kemampuan yang lebih tinggi dari pada populasi. Misalnya dalam populasi interaksi hanya bisa dicapai antar individu, sedangkan dalam komunitas bisa antar populasi (Odum, 1993).
            Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi. Komunitas yang tua dan stabil akan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi. Sedangkan suatu komunitas yang sedang berkembang pada tingkat suksesi mempunyai jumlah jenis rendah dari pada komunitas yang sudah mencapai klimaks. Komunitas yang memiliki keanekaragaman yang tinggi lebih tidak mudah terganggu oleh pengaruh lingkungan. Jadi dalam suatu komunitas dimana keanekaragamannya tinggi akan terjadi interaksi spesies yang melibatkan transfer energi, predasi, kompetisi dan niche yang lebih kompleks (Umar, 2013).
            Keanekaragaman cenderung akan rendah dalam ekosistem-ekosistem yang secara fisik terkendali biologi. Sedikit jenis dengan jumlah yang besar, banyak jenis yang langkah dalam jumlah yang sedikit. Keanekaragaman jenis mempunyai sejumlah komponen yang dapat memberi reaksi secara berbeda-beda terhadap faktor geografi, perkembangan atau fisik. Keanekaragaman yang tinggi berarti mempunyai rantai-rantai makanan yang panjang dan lebih banyak kasus dari simbiosis (interaksi), kendali yang lebih besar untuk kendali umpan balik negatif yang dapat mengurangi gangguan-gangguan, dan karenanya akan meningkatkan kemantapan (Ferial, 2013).
Konsep komunitas cukup jelas, tetapi seringkali dalam penentuan batas dan pengenalan batas komunitas tidak mudah. Meskipun demikian, komponen-komponen komunitas ini mempunyai kemampuan untuk hidup dalam lingkungan yang sama di suatu tempat dan untuk hidup saling bergantung yang satu terhadap yang lain. Komunitas mempunyai derajat keterpaduan yang lebih tinggi dari pada individu-individu dan populasi tumbuhan dan hewan yang menyusunnya. Komposisi suatu komunitas ditentukan oleh seleksi tumbuhan dan hewan yang kebetulan mencapai dan mampu hidup di tempat tersebut, dan kegiatan komunitas-komunitas ini bergantung pada penyesuaian diri setiap individu terhadap faktor-faktor fisik dan biologi yang ada di tempat tersebut (Odum, 1993).
            Komunitas dapat mengkarakteristikkan suatu unit lingkungan yang mempunyai kondisi habitat utama yang seragam. Unit lingkungan seperti ini disebut biotop. Hamparan lumpur, pantai pasir, gurun pasir, dan unit lautan merupakan contoh biotop. Di sini biotop ditentukan oleh sifat-sifat fisik. Biotop-biotop lain dapat pula dicirikan oleh unsur organismenya, misalnya padang alang-alang, hutan tusam, hutan cemara, rawa kumpai, dan sebagainya (Heddy, 1986).
Komunitas yang terbentuk atas banyak spesies, beberapa diantaranya akan dipengaruhi oleh kehadiran atau ketidakhadiran anggota lain dari komunitas itu. Suatu interaksi dapat terdiri atas beberapa bentuk yang berasal dari hubungan positif (berguna) sampai interaksi negatif (berbahaya). Bilamana sejumlah organisme bergantung pada sumber yang sama, persaingan akan terjadi. Persaingan demikian dapat terjadi antara anggota-anggota spesies yang berbeda (persaingan interspesifik) atau antara anggota spesies yang sama (intraspesifik). Perbandingan dapat terjadi dalam makanan atau ruang. Dalam hubungan persaingan antara dua spesies, ini dapat merupakan bentuk eksploitasi makanan yang tersedia dalam waktu singkat, atau merupakan gangguan bilamana organisme-organisme itu saling melukai dalam usahanya untuk mendapatkan makanan (Wolf, 1992).
            Keanekaragaman kecil terdapat pada komunitas yang terdapat pada daerah dengan lingkungan yang ekstrim, misalnya daerah kering, tanah miskin dan pegunungan tinggi. Sementara itu, keanekaragaman yang tinggi terdapat di daerah dengan lingkungan optimum. Hutan tropika adalah contoh komunitas yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi. Sementara ahli ekologi berpendapat bahwa komunitas yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi, seperti dicontohkan dengan hutan itu mempunyai keanekaragaman yang tinggi dan stabil. Tetapi ada juga ahli yang berpendapat sebaliknya, bahwa keanekaragaman tidak selalu berarti stabilitas. Kedua pendapat ini ditopang oleh argumen-argumen ekologi yang masuk akal, masing-masing ada benarnya dan ada kelemahannya (Resosoedarmo, 1990).
Keanekaragaman hayati tumbuh dan berkembang dari keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetis, dan keanekaragaman ekosistem. Karena ketiga  keanekaragaman ini saling kait-mengkait dan tidak terpisahkan, maka dipandang sebagai satu keseluruhan (totalitas) yaitu keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati menunjukkan adanya berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkat gen, tingkat jenis dan tingkat ekosistem (Wolf, 1992).
Keanekaragaman gen menentukan keanekaragaman jenis individu, meski jenisnya sama tetapi memiliki gen yang tidak sama bila dibandingkan dengan individu lain dalam kelompok tersebut. Keanekaragaman genetik merupakan keanekaragaman sifat yang terdapat dalam satu jenis. Dengan demikian tidak ada satu makhluk pun yang sama persis dalam penampakannya. Tanaman dan hewan dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu tempat membentuk kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan lingkungannya yang memenuhi kebutuhan hidupnya (Wolf, 1992).
Komunitas di lingkungan yang mantap seperti pada hutan tropis mempunyai keanekragaman yang tinggi. Dengan melestarikan ekosistem secara utuh maka pelestarian jenis dengan seluruh variasi plasma nutfahnya akan turut terjamin pula (Ferial, 2013).






BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1 Alat
            Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu patok 1 x 1 m, tali rafiah 30 m dan alat tulis menulis.

III.2 Bahan
            Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu areal komunitas.

III.3 Cara Kerja
            Cara kerja pada percobaan ini adalah :
1.      Dipilih suatu kawasan atau areal komunitas yang akan diamati.
2.      Dibentangkan tali sepanjang 30 meter.
3.      Diukur tali tersebut sepanjang 10 meter agar dapat dibuat 3 petak pada bentangan tali tersebut.
4.      Dibuat petak sebanyak 3 yang berukuran 10x10 meter dengan cara diselang-selingkan,.
5.      Didalam setiap petak yang telah dibuat tersebut, dibuat lagi petak dengan ukuran 5x5 meter.
6.      Dibuat lagi petak yang berukuran 1x1 meter didalam petak yang berukuran 5x5 meter yang telah dibuat.
7.      Diamati dan dihitung jumlah pohon yang terdapat di dalam petak yang berukuran 10x10 meter, jumlah semak yang terdapat di dalam petak yang berukuran 5x5 meter dan jumlah rumput yang ada di dalam petak yang berukuran 1x1 meter.
8.      Dimasukkan data ke dalam tabel dan dianalisis untuk mengetahui indeks keanekaragaman menggunakan Indeks Simpson dan Indek Shannon-Wiener.



















DAFTAR PUSTAKA
Ferial, E. W., 2013. Pengetahuan Lingkungan. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Heddy, S., 1986, Pengantar Ekologi, CV Rajawali, Jakarta.
Odum, E., 1993, Dasar-dasar Ekologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Resosoedarmo, S., 1990, Pengantar Ekologi, PT Remaja Rosdakarya, Jakarta.

Umar, M. R., 2013, Penuntun Praktikum Ekologi Umum, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Wolf, L., 1992, Ekologi Umum,  Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

































BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengambilan Data
IV.1.1 Data Vegetasi dengan menggunakan Metode Jalur Berpetak
            Tabel 1. Data Jumlah dan Jenis Spesies di Samping Omega






NO


Spesies (i)

Kelompok Tumbuhan
1
Cemara
Pohon
3
2
Mangga
Pohon
1
3
Beringin
Pohon
1
4
Tumbuhan A
Pohon
1
5
Tumbuhan B
Pohon
1
6
Tumbuhan C
Semak
6
7
Tumbuhan D
Semak
4
8
Tumbuhan E
Rumput
7
9
Tumbuhan F
Rumput
3
10
Tumbuhan G
Rumput
6
11
Tumbuhan H
Rumput
2
12
Tumbuhan I
Semak
6
13
Tumbuhan J
Semak
3
14
Tumbuhan K
Semak
9
15
Tumbuhan L
Rumput
5
16
Tumbuhan M
Rumput
3
17
Putri malu Mimosa pudica
Rumput
6
18
Rumput Belulang
Rumput
13

 
80










IV.2 Analisis Data
a. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
            Keanekaragaman merupakan perbedaan-perbedaan makhluk hidup yang berbeda jenis (spesies) atau Keragaman merupakan suatu  gabungan antara jumlah jenis dan jumlah individu masing – masing jenis dalam satu komunitas. Perbedaan itu dapat dijumpai pada sifat-sifat yang tampak antara lain: bentuk, warna, fungsi organ, tempat hidup dan lain-lain. Sedangkan perbedaan yang dijumpai pada individu-individu sejenis dinamakan variasi.
Rumus untuk menghitung keanekaragaman (Odum, 1993) yaitu :
            H’= - {∑pi ln pi}              pi =
Dimana : H’ = Indeks Shannon-Wiener
                ni = Jumlah Spesies (i)
                N = Total Jumlah Individu
Kriteria Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dibagi menjadi 3 yaitu :
H’<1    = Keanekaragaman Rendah
1<H<3 = Keanekaragaman Sedang
H > 3   = Keanekaragaman Tinggi








b. Indeks Dominansi Simpson
            Dominansi merupakan proporsi antara luas bidang dasar yang ditempati oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat.
Rumus untuk menghitung dominansi (Odum, 1993) yaitu :
            D’ = ∑ {pi}2                            pi =
Kriteria Indeks Dominansi Simpson dibagi menjadi 3 kategori (Odum, 1993) :
D’ = 0 – 030      = Dominansi Rendah
D’ = 031 – 0,60 = Dominansi Sedang
D’ = 0,61 – 1,0  = Dominansi Tinggi
















IV.3 Pembahasan
Keanekaragaman merupakan perbedaan-perbedaan makhluk hidup yang berbeda jenis (spesies) atau Keragaman merupakan suatu  gabungan antara jumlah jenis dan jumlah individu masing – masing jenis dalam satu komunitas. Perbedaan itu dapat dijumpai pada sifat-sifat yang tampak antara lain bentuk, warna, fungsi organ, tempat hidup dan lain-lain. Sedangkan perbedaan yang dijumpai pada individu-individu sejenis dinamakan variasi. Berbeda dengan keanekaragaman, dominansi merupakan proporsi antara luas bidang dasar yang ditempati oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat.
Metode yang digunakan untuk proses pengambilan sampel adalah metode plot bertingkat. Plot dibuat bertingkat, yaitu petak 1 m x 1 m berada di dalam petak 5 m x 5 m dan petak 5 m x 5 m berada di dalam petak 10 m x 10 m. Petak yang berukuran 10 m x 10 m digunakan untuk menghitung jenis pohon yang ada didalamnya, petak yang berukuran 5 m x 5 m digunakan untuk menghitung jenis semak dan petak yang berukuran 1 m x 1 m digunakan untuk menghitung jenis rumput.
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan di analisis menggunakan Indeks Shannon-Wiener untuk menghitung nilai keanekaragaman dan Indeks Simpson untuk menghitung nilai dominansi. Analisis dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener diperoleh nilai keanekaragaman sebesar 2,70 yang berarti pada wilayah tersebut memiliki keanekaragaman yang sedang, sedangkan analisis dengan menggunakan Indeks Simpson diperoleh nilai dominansi sebesar 0,085 yang berarti pada wilayah tersebut memiliki dominansi yang rendah.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan menggunakan Indeks Simpson, dapat diketahui bahwa jika komunitas mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan yang sedang , maka dominansi pada komunitas tersebut sedang sedangkan analisis menggunakan Indeks Shannon-wiener menunjukkan bahwa kriteria yang didapatkan sangat ditentukan pada jumlah spesies dan jumlah total individu pada komunitas tersebut.
Keanekaragaman dan dominansi yang tinggi, sedang dan rendah dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu umur suatu komunitas, tingkat kestabilan, tingkat suksesi, waktu, heterogenitas ruang, persaingan, pemagsaan, stabilitas lingkungan,  produktivitas dan penyesuaian diri setiap individu terhadap faktor-faktor fisik dan biologi di komunitas tersebut.
















BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah :
1.      Keanekaragaman jenis di komunitas yang diamati yaitu sekitar area Fakultas Pertanian berdasarkan Indeks Simpson adalah 0,085 yang berarti dominansi pada tempat tersebut rendah dan untuk nilai keanekaragaman berdasarkan Indeks Shannon-wiener adalah 2,70 yang berarti keanekaragaman pada tempat tersebut sedang.
2.      Teknik sampling yang digunakan adalah metode plot berganda dengan melakukan perhitungan menggunakan parameter yaitu Indeks Shannon-Wiener dan Indeks Simpson.
V.2 Saran
Saran yang dapat saya berikan adalah sebaiknya penjelasan tentang perhitungan menggunakan parameter indeks yang digunakan sudah dipastikan sebelumnya agar agar tidak terjadi kesalahan pada saat dijelaskan kepada praktikan.




           

Tidak ada komentar: